Mata saya awas memperhatikan sekeliling di hutan rimbun dekat Kota Mamuju ini. Pohon-pohon yang jaraknya tak terlalu rapat menjulang tinggi. Brakk!!! Sebuah benda terjatuh dari pohon besar tak jauh dari saya. Amin segera berlari menghampiri. Asik, dapat durian lagi.
Seringnya, duren sudah terjatuh sebelum kami datang. Kami tinggal mencari dan memungut diantara rimbun rerumputan dan semak belukar. Dua duren, tiga duren, sampai akhirnya belasan duren kami dapat pagi itu. Kami langsung menyantap duren-duren itu di sebuah gubuk di kebun milik keluarga Amin.
Mamuju yang Banyak Berubah
Saya pernah ke Mamuju di bulan Januari 2014. Saat itu, saya mengantar Ayu yang harus bertugas kembali di kota kecil itu. Kotanya sepi, damai, dan jalannya sempit, bahkan jalan komplek perumahan dijadikan lalu lalang kendaraan umum. Kota ini memang baru jadi ibukota provinsi setelah mekar dari Sulawesi Selatan.
Di Mamuju kala itu, saya banyak menjumpai biawak di setiap sudut kotanya. Bahkan di sungai yang berada di belakang kosan Ayu, biawak-biawak ini tumbuh besar. Saya takjub melihat ukurannya yang lebih besar dari biawak yang saya lihat di tempat lain. Sekilas panjangnya hampir menyamai komodo, hanya saja tubuhnya lebih ramping.
Saya kembali ke Mamuju di bulan Januari 2019. Kali ini dalam rangka menjelajah Pulau Sulawesi naik sepeda motor. 5 tahun berlalu sejak kedatangan pertama saya, dan Mamuju telah banyak berubah, baik ke arah positif maupun ke arah negatif.
Jangan lupa baca sinopsis perjalanan saya jelajah Sulawesi 1 bulan naik motor (klik di sini)
Positifnya, kota ini berkembang cukup pesat. Berbagai kantor pemerintahan terlihat telah kokoh berdiri, setelah sebelumnya menyewa rumah-rumah milih penduduk. Jalan-jalan diperlebar. Anjungan pantai manakkara untuk aktivitas warga kota diperbagus. Kota semakin padat dan roda perekonomian semakin berkembang.
Negatifnya, tak satu pun biawak yang saya lihat. Padahal, dulu sangat mudah sekali menjumpai biawak di sungai-sungai yang mengalir, bahkan sering melintas di jalan-jalan. Kehidupan liar semakin terkikis dengan semakin pesatnya perkembangan kota.
Pulau Karampuang atau Panen Durian Mamuju?
Di Mamuju, saya tinggal di rumah keluarga bro Jandri. Mereka adalah suku mandar, suku asli penduduk kota Mamuju. Saya kenal bro Jandri dari kawan couchsurfing di Makassar, Sri Sumarnis. Uniknya, saya menginap di rumah bro Jandri padahal dia lagi nggak di Mamuju. Dan yang paling berkesan, keluarga Jandri sangat baik padahal saya hanya orang asing yang datang dari antah berantah.
Pagi itu, saya sedang bersiap untuk menyeberang dan snorkeling di pulau karampuang yang berada di seberang Kota Mamuju. Terlihat Amin (dibaca Aming) sedang duduk santai di depan rumah.
Saya: Lho kok nggak sekolah??
Amin: Mau ke kebun nyari duren.
Saya: Nggak dimarahin gurunya??
Amin: Udah ijin kok tadi.
Saya: Jauh gak kebunnya?
Amin: Dekat kok.
Tiba-tiba saya tergoda untuk ikut ke kebun durian. Saya berpikir sejenak untuk mempertimbangkan ke pulau karampuang atau ke kebun durian milik keluarga Amin.
“Kalau gue ikutan ke kebon duren, gue ga akan ada waktu lagi ke pulau karampuang. Secara besok pagi udah caw menuju Palu. Tapi kalau gue ke pulau karampuang, ntah kapan lagi gue bakal ngerasain sensasi panen duren.”
Waktu terus berputar dan saya harus cepat menentukan pilihan.
“Kalau pantai dan snorkeling sih, gue masih punya banyak waktu sampai di Papua nanti juga banyak nemuin. Tapi kalau panen duren, belum tentu ada kesempatan lagi.”
Akhirnya dengan mantap saya putuskan untuk ikut Amin ke kebun durian di tepian Kota Mamuju.
Panen Durian di Mamuju, Salah Satu Pengalaman Berkesan Selama Trip Sulawesi
Setelah menyiapkan perbekalan (cemilan dan air mineral), kami berangkat ke kebun. Tak hanya saya dan Amin yang berangkat, tapi ada juga Diman dan Sawal yang merupakan saudara dari Amin.
Perjalanan dimulai dengan naik sepeda motor sampai dengan kantor polda sulbar. Lokasinya tak jauh dari rumah Amin. Motor diparkikan, dan perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Kalau nekat, sebenarnya masih bisa sampai tepat di kebunnya naik motor, tapi jalannya offroad dan menanjak, saya tak mau ambil risiko.
Di perjalanan, kami beberapa kali berjumpa dengan orang-orang yang pulang dari kebun dengan membawa beberapa buah durian. Ada yang bawa sedikit, ada juga yang bawa banyak. Saya makin tak sabar untuk sampai di kebun durian milik keluarga Amin.
Jalanan terus menanjak. Sawal kewalahan membawa badannya yang agak gemuk. Kami pun beristirahat sejenak sambil menikmati pemandangan kota Mamuju dari ketinggian.
Saat beristirahat, kami berjumpa dengan seorang pria paruh baya membawa 2 pikul durian montong berukuran jumbo. Wow, ini durian terbesar yang saya lihat selama perjalanan. Kalau di Mamuju, durian montong disebutnya durian otong.. Kok kaya nama julukan nganu ya? haha..
Durian yang dibawa ini berasal dari pohon milik seorang polisi yang dibeli darinya. 3 pohon durian montongnya dibeli seharga 15 juta rupiah. Saat panen, bapak itu yang akan mengumpulkan dan membawakan durian untuk polisinya, dan si bapak juga tetap kebagian jatah.
Setelah berjalan beberapa menit, kami sampai di kebun durian milik keluarga Amin. Pohon-pohon durian di kebunnya terlihat sudah menjulang tinggi dengan jumlah yang cukup banyak. Kulit duren yang telah diambil buahnya terkumpul di 1 titik di sebelah gubuk.
“Ini musim durennya udah hampir habis bang. Sekarang agak susah cari duren. Sebentar lagi musim panen cengkeh”. Setelah Diman memberi tahu saya hal itu, dia pun segera mengajari saya cara mencari durian-durian yang sudah terjatuh di tanah.
Cara panen durian di kebun bukanlah dengan memanjat atau mengambil durian yang masih nempel di pohonnya, tetapi menunggu sampai durian-durian itu jatuh dengan sendirinya. Nah, mencari durian yang sudah terjatuh juga bukan perkara gampang. Kita harus jeli mencari diantara rerumputan dan semak-semak. Terkadang durian yang kita temukan sudah dalam keadaan busuk.
Saya menemukan durian pertama saya dengan girang. Wow, biasanya tinggal beli dan santap, kali ini juga ikut dalam proses panennya. Saya pun menemukan durian-durian lainnya yang sudah jatuh ke tanah, walaupun beberapa diantaranya ternyata sudah membusuk.
Setelah cukup lama mengumpulkan durian, akhirnya kami sudahi. Tak terlalu banyak durian yang kami dapat karena musim durian sudah hampir berakhir. kami kumpulkan durian di sebuah gubuk dan menyantapnya satu persatu.
Durian-durian di kebun ini kecil-kecil, beberapa hanya sebesar kepalan tangan. Tapi kalau ditanya soal rasa, uuuh ternyata manis banget. Gak terasa, durian-durian yang kami kumpulkan akhirnya habis juga dengan secepat kilat.
Setelah puas menyantap durian langsung di kebunnya, kami bergegas kembali ke rumah. Hari sudah semakin siang, dan saya pun ingin menjelajah Mamuju lebih jauh lagi.
Saat berjalan pulang, Sawal terpeleset. Kami menertawakannya. Beberapa detik kemudian malah saya yang jatuh terpeleset, dan mereka tertawa. Ah sial, instant karma..
Ah, seru sekali petualangan kali ini. Walaupun saya saat ini tinggal di Sumatera Barat yang notabene banyak kebun durian. Tapi justru di Mamuju inilah saya bisa blusukan ke kebun durian dan menyantap langsung durian yang habis dipanen.
Kalau bukan karena keluarga bro Jandri, mungkin sampai sekarang saya belum pernah merasakan serunya mencari durian yang jatuh dan tinggal disantap di kebunnya. Thanks banget ya bro Jandri dan keluarga.
***
Setelah mandi dan menyantap makan siang, saya bergegas menuju ke pelabuhan. Masih ada cukup waktu, mungkin saya masih bisa menuju pulau karampuang.
Sesampainya di pelabuhan, saya mendapat informasi bahwa perahu berangkat ke pulau karampuang jam 9 pagi dan kembali ke Kota Mamuju jam 2 siang. Biayanya hanya 25 ribu rupiah. Saya udah terlambat.
Tapi, kalau masih tetap ingin menyeberang sebenarnya masih bisa. Kita bisa menyewa perahu seharga 100 ribu rupiah dan akan diantar ke pulau karampuang sampai kembali lagi ke Kota Mamuju.
Saya yang tak terlalu ngoyo akhirnya membatalkan rencana ke pulau karampuang. Saya pun pergi ke anjoro pitu untuk menikmati pemandangan kota mamuju dari ketinggian.
***
Berkunjung Januari 2019
Lah enak amat tu bocah izin ga sekolah buat nyari duren :v
ntah gimana ceritanya tu guru semudah itu ngijinin, saya pun terheran-heran haha
Weeeeeeeh durian. bag-bagi kaleeeee…
Oke, noted. So di sumatra barat banyak durian. Surga dunia ya Allah….
sini siniii ke sumatera barat, pesta dureeeen..
Wak seru sekali berburu duriannya, butuh perjuangan sampai akhirnya dapat. Katanya durian yg jatuh dari pohon rasanya paling enak ya….itu ada juga durian jumbonya, dimakan utk berapa orang tuh
iyaa, yg jatuh dari pohon tu matengnya alami, enak bangett..
ntah tuh durian jumbo bisa buat berapa, gede bgt emang haha..
Wah… Wah… serius, dia sudah dapet izin dari gurunya? Kok enak sih. Coba aku bilang gitu ke guruku, mungkin guruku langsung jawab “nggak boleh, kerjakan tugasmu!”
Hehehe…
Oh ya, aku juga pengen dong ngerasain panen durian, meski nggak suka durian sih, ah mungkin belum masuk ke kebun duriannya, aku sudah pusing duluan.
ga tau kenapa semudah itu dapet ijin bolos hahaha..
wah kalau suka pusing sama bau duren jangan ikutan panen, kamu gak akan kuat, biar aku saja..
Duriannya besar banget ahahahhaha.
Aku sebenarnya masih menyimpan rencana. Mau ke sulawesi dan ingin menginap lama di sekitaran Mamuju dan Majene. Tanpa mikir dolan jauh-jauh. Semoga bisa lekas terealisasikan.
emang mantep tuh durian otong haha..
aamiin, semoga bisa terealisasikan.. leluhurnya orang majene kah mas?? di majene ada pantai dato, mayan buat santai2 bisa juga..
Harga sebatang pohon berarti Rp5 juta ya. Itu tujuannya buat balik modal apa emang seneng duren aja pak polisi tuh?
Seru juga pengalamannya ya, nungguin dan nyari duren yang jatuh.
ga tau juga tuh polisi buat apa beli pohon duren.. mungkin suka duren otong kali bapaknya..
saya aja malah sering milih durian yang kecil-kecil, kebanyakan rasanya lebih mantab daripada yang besar.
seru ini kalau bisa panen langsung dan menyantapnya
wah bisa jadi ya.. soalnya ini duren kecil2 tapi rasanya nggak ada yg gagal.. mantap!
Nama duriannya sedikit porno. 😀
Panen durian emang seru mas, apalagi sehabis panen, langsung dimakan duriannya di kebun, beuh… Mantap banget
haha, otongnya gede bgt ya…
mantap banget emang nikmatin duren di kebunnya langsung,, damai..
Wah, mba Ayu pernah di mamuju ya Bar… sudah nikah?
duriannya mantep wkwkwkw
sebelum nikah di sana dia.. beberapa bulan setelah nikah pindah ke Jakarta..
rejeki suami soleh istri soleha yak…
betul bana da haha..
kalo dgr mamuju, aku ingetnya adam air yg 2007 dulu jatuh di sana…
ternyata kotanya bagus yaaa.. duuuh aku baru sekali ke kebun durian punya nenekku, di sibolga, tp sayangnya wkt itu blm panen. ga tau rasanya kalo panen gmn. tp aku takut deket2 pas sedang musimnya mas. tp ketiban ama buah yg jatuh hahahah…
sedih euy inget adam air.. 🙁
aku juga waswas kalau aja pas berdiri di bawah pohon duren trs ketiban,, bisa benjol2.. bagusnya pake helm kali ya wkwk..
ngiler banget liat durennya, pengen iciiiip 😀
enak lhoo duriannya 😀