Puncak Gagoan, Bukit Cantik Tapi Ekstrim di Tepi Danau Singkarak

Kaki terasa semakin berat kala melangkah melawan gravitasi menuju sebuah bukit hijau di puncak gagoan dekat singkarak. Seakan ingin menyerah, tapi rerumputan hijau di atas lengkungan bukit seakan melambai-lambai menyebut nama saya.

Dengan nafas tersengal dan berkurangnya cairan tubuh, saya terus menyusuri jalan setapak di jurang nan terjal. Tenggorokan pun terasa sangat kering. Saat tubuh mulai kelelahan, pikiran harus tetap fokus. Terpelintir, saya bisa jatuh berguling-guling. “Steady! Steady! Dikit lagi sampai Bara!!”.

Puncak Gagoan, begitulah bukit ini dinamakan. Lokasinya berada di tepian Danau Singkarak, Nagari (Desa) Paninggahan, Kabupaten Solok. Terdapat 2 bukit dengan vegetasi yang berbeda di Puncak Gagoan ini, dan itu salah satu hal yang menjadikannya mempesona.

Di bukit yang satu, didominasi dengan padang rumput berwarna hijau cerah dengan sedikit pohon sebagai pemanis. Dari kejauhan seperti karpet hijau yang tampak empuk dan menyenangkan untuk tempat menghempaskan badan.

Di bukit satunya lagi, vegetasinya berupa pepohonan rimbun yang tampak warna-warni. Kedua bukit itu terpisahkan oleh jurang terjal dengan dasar aliran sungai kecil.

The Journey

Minggu pagi. Hari favorit untuk memanjakan mata setelah seminggu penuh berkutat dengan angka, analisa, laporan, dan revisi. Otak sudah lelah bekerja selama 5 hari. Janganlah weekend digunakan buat mikir yang berat-berat. Dan cara saya untuk merefresh kembali pikiran adalah dengan traveling. Gak perlu jauh-jauh, karena Sumbar menyuguhkan sejuta keindahan yang tak habis-habis untuk diexplore.

Si Boggil

Bersama Boggil si hatcback tangguh, saya memutuskan mendatangi Puncak Gagoan Solok Sumbar bareng Ayu, Yayas, Nia, dan Kukuh. Belum pernah ada yang ke sana diantara kami berlima.

So, kami menggunakan 2 sistem GPS yang berbeda untuk sampai ke tujuan. Yang pertama Google Maps, yang selalu jadi andalan saya walaupun berkali-kali pula dibikin nyasar sama doi.. Tapi kalau udah kadung cinta ya susah buat diputusin wkwk..

GPS yang kedua yaitu Gunakan Penduduk Sekitar buat tanya jalan dan mengarahkan :V .. Digunakan saat darurat, saat Google Maps udah gak sanggup menjelajah sampai ke pelosok, atau saat sinyal memburuk. Tapi kadang penduduk sekitar pun menyesatkan, so harus sering-sering tanya ke penduduk lainnya.

Tepat di persimpangan sebelum Danau Singkarak, perjalanan dilanjutkan ke arah kiri melewati pasar. Dari sini, jalanan mengecil dan dengan kondisi aspal yang rusak. Kondisi ini umum di Sumatera Barat. Saat kamu melewati jalan nasional, kamu akan dimanjakan dengan aspal yang mulus. Setiap kerusakan jalan nasional di Sumbar biasanya cepat ditangani. Tapi begitu kamu berpindah menuju jalan provinsi atau jalan kabupaten, biasnya jalanan mengecil dan rusak.

Baca cerita perjalanan sebelumnya: Pulau Pamutusan

Semakin jauh dari jalan nasional, jalanan semakin memburuk. Saat ini lah Google Maps nggak bisa terlalu diandalkan, karena kadang suka iseng ngasih tahu jalan yang enggak layak buat mobil. Mulai dari sini, saya udah rutin tanya penduduk sekitar.

puncak gagoan
“karpet” hijau yang guling-gulingable 😀

Semakin jauh, tampak juga perbukitan yang didominasi rumput hijau di puncaknya. Inikah puncak gagoan di nagari paninggahan?? Pedal gas tetap saya tekan, berganti ke pedal rem di kala tampak ada seseorang ada di pinggir jalan.

Kami harus rutin bertanya dan memastikan kalau jalan yang kami lalui adalah jalan yang benar. Jangan harap ada plang penunjuk arah menuju puncak gagoan di sepanjang perjalanan, kecuali satu sesaat sebelum melalui tanjakan ekstrim nan sempit sebagai rintangan terakhir menuju puncak gagoan di nagari paninggahan.

kamu harus liat aslinya untuk tahu seekstrim apa jalan ini

Tanjakan menuju puncak sungguh ekstrim.

  • Pertama tanjakannya emang curam banget. Untuk menaklukannya, saya harus menggeser tongkat persneling ke posisi L (matik, di mobil manual setara gigi 1).
  • Kedua, aspalnya udah banyak bolong disana sini.
  • Ketiga, di tepi jalan, jurang siap menyambut siapapun yang gak hati-hati melewati jalan ini.
  • Keempat, jalannya sungguh sempit. Bakal pusing kalau dari arah bersebrangan ada kendaraan roda 4 lainnya. Beruntung pas kami naik, nggak ada mobil yang menuruni bukit, mungkin karena masih pagi juga.

Setelah tanjakan ekstrim dilalui, sampailah di pos karcis sebagai pintu gerbang puncak gagoan di kabupaten solok sumbar. Harga karcisnya murah, tapi saya lupa tepatnya 😀 .. Dari sini, kita harus melewati beberapa ratus meter lagi sampai dengan tempat parkir. Tapi jalannya semakin menyempit. Kalau ragu melewatinya, bisa memarkir kendaraan di sekitar pos karcis dan lalu berjalan kaki.

The beauty of Puncak Gagoan Nagari Paninggahan

Di ujung perjalanan, terdapat beberapa warung penjaja makanan dan minuman. Sampai di sini, sampai pulalah di puncak gagoan, nagari paninggahan.

Di depan mata, terpampang sebuah bukit yang subur yang dipenuhi dengan berbagai macam tumbuhan. Sedangkan di bukit yang tanahnya saya injak, sebuah bukit yang lebih tandus dengan didominasi padang rumput yang sedang menghijau. Di seberangnya, terdapat pemandangan danau singkarak dengan latar perbukitan dan sebuah gunung.

puncak gagoan
kalau bagian ini gak seekstrim yg terlihat kok, ada tanah di bawahnya

Kami segera menuruni jalan setapak di samping kedai makanan. Di sinilah tempat orang-orang berpose dan mengupload di media sosial. View di sini pula yang menyihir saya untuk datang ke puncak gagoan, Kab. Solok Sumbar.

Mereka yang punya nyali, biasanya berpose di pinggir batu dengan latar jurang terjal dan bukit hijau. Tanpa peralatan pengaman, ini ekstrim banget. Saya GAK merekomendasikan untuk berfoto terlalu berani di sini. Udah banyak kan kejadian di tempat lain hanya karena ingin dapet foto kece yang bikin orang berkata “wow” , malah melakukan hal gegabah yang akhirnya menelan korban.

puncak gagoan
hutan hujan sumatera di puncak gagoan solok sumbar

Turunannya cukup terjal sehingga kita harus berhati-hati saat melewatinya. Banyak bebatuan besar yang menambah daya tarik tempat ini. Beberapa batu berdiri kokoh, beberapa lainnya rapuh.

Hati-hatilah saat menginjak batu di tepian jurang karena fatal akibatnya bila tergelincir. Jurangnya menjulang sangat dalam. Di bawahnya mengalir sungai kecil penuh batuan. Ilalang tumbuh menyembul di sela bebatuan, angin yang kencang menggodanya untuk menari meliuk-liuk.

aliran sungai yang membelah bukit

Sayangnya, di mana-mana di Indonesia ini selalu ada aja tangan-tangan jail.. Di beberapa batuan terlihat coretan nama. Di beberapa sudut juga terlihat sampah-sampah plastik yang menumpuk. Rumput-rumput ilalang pun banyak yang mati terinjak (kalau yang terakhir ini kayanya kami juga ikut bertanggung jawab 🙁 maafkan).

puncak gagoan
puncak gagoan di tepi singkarak

Semakin berjalan ke bawah, semakin pemandangan di atas tampak lebih menawan. Hamparan rumput hijau laksana karpet di atas bukit menggoda kaki untuk melangkah kesana.

Godaan itu terlalu kuat sehingga saya pun melangkah melawan gravitasi menuju puncak. Sampai di tempat parkir, saya agak kebingungan. “Lewat mana naiknya ya??”. Memang, nggak terlihat adanya jalan menuju puncak bukit. Saya tanya uni penjual makanan. “Lewat sana bang”, sambil menunjuk sebuah jalan setapak yang nyaris tak terlihat.

Ternyata ada jalan kecil sebagai media menuju ke puncak di tebing tersebut. Terlihat cukup ekstrim, mengingatkan saya jalan masuk menuju bukit pulau pasumpahan yang terlihat bukan seperti akses menuju bukit. Butuh upaya ekstra untuk melewatinya, tapi setelahnya, perjalanan akan lebih mudah.

puncak gagoan
puncak bukit gagoan yang menggoda

Saya langkahkan kaki. Semakin tinggi bukit didaki, semakin kering kerongkongan. Apalagi siang itu, matahari menyengat dengan ganasnya. Air mana air.. Rasanya ingin kembali ke kios dan menghabiskan sebotol air mineral.

Tapi sayang juga, perjuangan udah sejauh ini, menyesalkah saya kalau menyerah di tengah jalan? You can do it bro!! Hati kecil saya terus menyemangati, sesekali saya beristirahat sekedar mengisi sedikit energi di rongga-rongga otot. Hati-hati adalah suatu keharusan, ekstra. Medannya begitu terjal, sekali tergelincir, tamat riwayat saya.

puncak gagoan
lereng puncak gagoan solok sumbar

Tekad dan semangat juang akhirnya membawa saya sampai ke atas bukit. The view is just amazing!! Yang paling saya suka adalah hamparan padang rumput hijau dengan sedikit pepohonan. Mirip di Sumba, tapi tanpa adanya kuda-kuda yang berlarian hehe..

Di kejauhan tampak danau singkarak.. Mirip Sumba juga, dimana terlihat kota Waingapu dengan latar lautan. Ah, ini emang mirip Sumba atau sayanya yang lagi kangen Sumba ya? 😀

Sesampainya di atas, hanya saya sendiri yang datang ke sini. Di bawah, tampak wisatawan mulai berdatangan, mayoritas anak-anak muda. Seperti saat awal kedatangan saya, mereka mengincar untuk berfoto di batuan tepi jurang dengan background perbukitan penuh pohon.

Saya duduk di hamparan rumput. Beralaskan tanah, saya beristirahat memulihkan tenaga sambil memandang view indah ciptaan Tuhan. Angin sepoi-sepoi menerpa wajah, sedikit meminimalisir panasnya sinar mentari yang tak lelah menghantam wajah.

pemandangan danau singkarak dari puncak gagoan
pemandangan danau singkarak dari puncak gagoan

Pengen foto tapi gak ada orang lain, haruskah saya meminta tolong kepada rumput yang bergoyang? 😀 … Dengan bantuan sebuah batu, saya letakkan kamera dan mulai mengatur timer. Beberapa kali take foto, tapi hasilnya goyang terus.. Sampai akhirnya dapet 1 yg yaaa not bad lah untuk ukuran foto sendiri pake timer wkwk..

Beberapa saat kemudian, beberapa anak muda usia SMP menyusul saya mendaki bukit yang dipenuhi rumput ilalang ini. Terlihat mereka beberapa kali berhenti karena kelelahan, terutama para cewe.

puncak gagoan singkarak

Perut mulai berisik sehingga saya pun cukupkan sampai di sini bersantai di atas bukit.. Bareng anak-anak remaja tadi, saya menuruni bukit.

Menuruni bukit, walau membutuhkan lebih sedikit energi dibandingkan saat mendakinya, tapi tidak mengurangi kadar fokus kita. Menuruni sama bahayanya dengan mendaki, sekali tergelincir bisa fatal akibatnya, kemiringannya cukup ekstrim.

Sesampainya di bawah, air kemasan dingin menjadi menu wajib sebelum menyantap mie goreng kesukaan. Kalau lagi capek gini, minuman dingin dan mie instan hangat menjadi menu idola, sekaligus aktivitas penutup sebelum bertolak kembali ke Kota Padang tercinta.. Tinggal siap-siap keesokan harinya setelah bangun tidur, badan terutama kaki akan mengalami kepegalan yang luar biasa.. :V .. Biarlah, yang penting kepuasan batin sudah didapat pada weekend kali ini.

puncak gagoan
squad traveling kali ini ke puncak gagoan solok sumbar

Sampai jumpa di lain kesempatan, Puncak Gagoan Paninggahan.. Semoga saat waktu itu tiba, kamu tetap mempesona ya… see you next time..

Saran saat bertamasya ke Puncak Gagoan di tepian Singkarak:

  • Lebih baik memakai sepeda motor, dan pastikan kendaraan dalam keadaan fit dan cukup bensin.
  • Gak usahlah bawa makanan, di sini ada beberapa kios penjual makanan dan minuman kok.
  • Bawa topi dan kacamata guys,, matahari siang di sini terik banget euy..
  • Angin kencang, hati-hati saat melangkah menuruni maupun menaiki bukit. Hati-hati juga kalau pakai topi jangan sampai terbang terbawa angin.
  • Pakailah sepatu atau sandal gunung, ini membantu banget saat menuruni maupun menaiki bukit yang terjal.
  • Bawalah minuman saat melakukan pendakian, asli cuaca siang yang terik dan terjalnya medan bikin kerongkongan cepat kering.
  • Dandan yang kece ya.. Pemandangannya kan udah kece, masa kitanya enggak? Apalagi kalau foto kita mau diunggah di medsos 😀
  • Jangan coret-coret batu dan jangan buang sampah sembarangan ya guys…

 


Berkunjung 2016

-Traveler Paruh Waktu-

Travel Blogger Indonesia. Traveler Paruh Waktu. 100% sundanese. ASN pengagum Ibu Pertiwi, terutama akan keindahan alamnya. Suka bertualang, suka bercerita, suka membuat video.

Related Posts

16 Responses
    1. ada 1 pejantan lagi kok haha.. yang cewe2 mah gak sampe manjat ke puncak bukitnya doi, foto2 cantik di tempat yg mudah dijankau udh cukup :V

      gak diniatin sih,, tapi beberapa kali terpaksa dipake sampe blusukan gini wkwk

  1. Hujan Bulan Juni

    di banding dg lau, saya lebih suka gunung. alam gunung membawa ketenangan dan angin yg bersahabat.. keren bang pemandanganx…

  2. emang pasnya pake motor ya mas bara. aku yang bisa naik motor aja ngeri kalo naik motor di jalan menuju bukit gagoan yang kyak gitu.
    tapi terbayar sama view'nya yang luar biasa indah banget..

    1. naik motor pun harus fit kondisi motornya,, dan jangan sampai lengah,, karena pernah ada motor yg terjatuh ke jurang, mungkin lengah atau kondisi remnya bermasalah..

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.