Sebuah kunjungan tanpa rencana. Tanaberu masih jauh. Bira masih jauh. Di tengah perjalanan, letih menyapa. Sebuah kota Sinjai menjadi tempat peristirahatan. Ada apa di sana? Hmmm.. Benteng Balangnipa.. Batu Pake Gojeng.. Seperti apa rupanya?
“The traveler sees what he sees, the tourist sees what he has come to see” -Gilbert K. Chesterton
Sebuah quote yang mungkin sudah familiar bagi para pecinta traveling. Bagi saya, kalimat itu cukup berarti karena termasuk salah satu hal yang membentuk kebiasaan saya saat bertualang.
Kalau dari kalimat itu, saya bisa jadi keduanya, traveler dan turis. Saya selalu menyusun itinerary tempat-tempat yang akan saya kunjungi, berapa lama di sana, dan lain sebagainya. Tapi terkadang, saya berhenti di tempat yang tak ada dalam itinerary saya.
Dalam perjalanan saya mengelilingi Pulau Sulawesi di tahun 2019, beberapa kali saya mengunjungi tempat-tempat yang tidak saya rencanakan, yang bahkan baru saya tahu saat saya sedang berada di dekatnya. Contohnya Batu Pake Gojeng di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan.
Perjalanan Panjang, Bajoe-Tanjung Bira
Petualangan saya di Sulawesi Tenggara telah berakhir dalam rangkaian perjalanan ini. Setelah semalaman mengarungi teluk Bone, saya menginjakkan kaki di Sulawesi Selatan. Ini kali kedua saya ke Sulawesi Selatan. Tahun 2014 saya pernah ke Sulsel, namun hanya jalan-jalan santai di dalam Kota Makassar saja.
Setelah menghabiskan sepiring nasi kuning di Bajoe, saya kembali melanjutkan perjalanan. Saya akan menempuh perjalanan cukup jauh sampai ke Tanjung Bira, dengan estimasi jarak sekitar 180km. Ini akan menjadi perjalanan yang cukup panjang mempertimbangkan kemampuan Honda Beat Pop yang saya naiki memiliki tenaga minim dan jok yang kurang nyaman.
80km berkendara, rasa letih menghinggapi. Entah apa karena usia yang tak lagi muda, atau memang motornya yang kurang nyaman, secepat ini saya merasa capek. Padahal, pengalaman naik motor puluhan bahkan ratusan kilometer udah menjadi santapan sejak saya SMA.
Benteng Balangnipa
Di sebuah kota bernama Sinjai, saya berhenti. Sambil mengenyahkan dahaga di depan bangunan toko yang tutup, saya membuka google, mencari tahu apa yang kira-kira bisa disinggahi di kota ini.
Ada 2 tempat yang menarik perhatian, benteng balangnipa dan taman purbakala batu pake gojeng.
Saya berhenti di depan benteng balangnipa. Namun, saya kurang beruntung, gerbang ditutup. Padahal saya penasaran ingin melihat lebih detil benteng ini. Walau arsitekturnya seperti bangunan belanda, namun sejatinya benteng ini dibuat oleh 3 kerajaan yang ada di Sinjai kala itu untuk mempertahankan diri dari penjajah kolonial belanda. Pada akhirnya, benteng ini jatuh ke tangan belanda yang menyebabkan arsitekturnya berubah menjadi ala eropa.
Situs Purbakala di Batu Pake Gojeng
Rasa letih semakin menjadi saat saya menaiki tangga yang cukup tinggi untuk mencapai puncak bukit batu pake gojeng, apalagi dengan backpack yang saya gendong.
Sesaat kemudian saya tiba di puncak bukit. Angin semilir yang bergerak di sela-sela ranting dan daun dari pohon-pohon besar sedikit mengurangi letih. Tas saya lepaskan, badan saya rebahkan bersandar ke pohon akasia, dengan hamparan batu-batu besar dan rumput yang menghijau.
Batas pandangan mata adalah hamparan laut teluk bone dengan pulau-pulau yang bertebaran di atasnya. Di jarak yang lebih dekat, kota Sinjai terlihat, dengan barisan pohon kelapa yang mengelilinginya. Langit biru menjadi pelengkap di atas sana. Lengkap sudah obat pembunuh lelah di pagi menjelang siang ini.
Baca juga: Traveling ke Sungai Terpendek di Dunia
Pandangan yang leluasa dari puncak bukit menjadikannya sebagai tempat tentara Jepang melakukan pemantauan atas aktivitas di teluk bone pada masa perang dunia kedua.
Baca juga: Danau Biru dan Gadis Suku Tolaki
Batu pake artinya batu yang dipahat, sedangkan Gojeng adalah nama daerah tempat bukit berisi penuh batu ini berada.
Pemandangan tadi sejatinya adalah pelengkap. Hal yang paling dijual dari tempat ini adalah adanya menhir dan batu-batu purbakala lainnya dari jaman megalitikum. Batu-batu raksasa ini memiliki bentuk yang beraturan seperti dipahat. Batu-batu besar ini sebagian adalah makam dan sebagian adalah tempat pemujaan masyarakat sebelum Islam masuk ke daerah ini. Yang unik, beberapa batuan memiliki lubang kecil di tengahnya dan konon lubang-lubang itu adalah sumur yang dulunya berisi air.
Di kalangan pecinta misteri, di taman purbakala batu pake gojeng terdapat beberapa mitos dan hal-hal horor, setidaknya itu yang disampaikan oleh orang asli Sinjai (bisa dibaca di sini).
Lelah hilang, rasanya sudah cukup persinggahan singkat saya di sini. Sekarang, dengan tenaga yang telah terisi, saatnya kembali melanglang buana..
***
Traveler Paruh Waktu
Wew, 180km. Bawa motor 60km aja saya udah istirahat 2x..
Jiwa travelku menggelora membacanya 🙁
ahaha.. perlu jam terbang tinggi itu bung :V
bangunan bentengnya khas bangunan masa kolonial banget
iyaa,,, walaupun awalnya dibangun oleh kerajaan lokal..
bener juga quotenya…klo traveller itu lebih gak sengaja ngelihat apa yang dilihat…
btw kalau mau ke model taman pubakala begini main saja ke Sangiran mas..atau museum karst wonogiri..
Mayan juga 180 km, kl bonceng udah pegel bgt itu, wlpun dlu zaman SMA kemana aja hayuk mtoran ga kenal capek. Wkwkwk
Eh batunya ada yg berlubang trus dijadiin sumur? Segede apa to mas batunya?
kalau bonceng pasti lebih pegel daripada nyetir ..
sumurnya kecil kok, jangan bayangin sumur2 yang ada di belakang rumah kita, beda wkwk..
nah iya, Sangiran udah masuk radarku juga.. sejak jaman sekolah udah penasaran sama fosil2 manusia purba di sana..
sepi banget keliatannya mas….
pas banget untuk ngadem istirahat. hehhe
iyaa,, waktu ke sana cuma ada 5 orang aja totalnya..
Pertama kali nengok judulnya, aku kira Binjai (karna ada rencana ma eksplor Sumatera Utara).
Eh pas sudah kelar baca artikel ini, barulah aku ngeh kalo ternyata “Sinjai” di Sulawesi hahaha.
Sampe saat ini belom kesampean untuk eksplor Sulawesi sambil blusukan. Kangen jaman-jaman masih bias blusukan kemana-mana euy.
ahaha,, aku pun pas nyampe sini agak bingung, perasaan Sinjai di Sumut.. Pas cek google ternyata itu Binjai :V
aku pun gak bisa lagi blusukan gini skrg, ada baby 😀
Hahaha Sama… Kirain binjai.
Nyatanya binjai.
Btw keren Bos Ku
lah kenapa komennya Binjai semua masbro haha..
Foto yang di ambil keren semua
makasih suhu 😀
Usia memang tidak bisa dibohongi. Berdamailah dengan faktor U itu. Listen to your body. Jangan dipaksakan Mas 😀
hahaha, ampuuuun, iya deeh iyaa harus sadar umur haha
Keren tempatnya.
Saya paling pengen nih ngunjungin tempat peninggalan purbakala gini, apalagi kalo ada menhir dan semacamnya, belum pernah soalnya.
wah coba aja cari info di sekitar rumah dulu, tempat peninggalan purbakala kek gini tersebar di seluruh penjuru Indonesia..
kirain gojek! 😀
ngga grabbike sekalian? 😀
buset… view ny bagus mas itu, keren banget dahh bisa ada waktu ke sini.
ini pun awalnya gak sengaja ke sini hehe..
Banyak banget ya menhir-menhir dan batu-batu purbakala seperti ini di Indonesia. Kalau nggak salah, di Lore Lindu Sulteng juga ada patung seperti Moai Pulau Paskah. Belum lagi yang di Indonesia bagian barat, kayak menhir-menhir di Sumbar, atau Gunung Padang yang di Jabar. Sumba juga punya kubur batu….
karena itu, anak anak geodesi yg belajar masalah batu asik nih
iyaa.. yang di Sumbar belum pernah euy padahal tinggal di Sumbar,, lokasinya lumayan jauh dari Padang.. Kalau di Sumba udah sering ngelewatin, dulu pas tugas di sana..
adem bener lihat sunrisenya 🙂
bikin semangat pagi2.. #morningvibes
Banyak sekali situs Purbakala di Indonesia. Hanya saja, sedikit yang memiliki catatan dan bukti ilmiah. Seperti salah satunya adalah situs Batu Menhir di desaku. Untuk mengetahui perihal sejarah situs ini, saya mesti ke Museum Arkeologi UGM. Mengingat UGM yang meneliti situs Batu Menhir di desaku.
Semoga ke depan, Indonesia makin punya banyak catatan terkait benda-benda atau situs Purbakala yang saya yakin masih banyak tersembunyi di seluruh pelosok Indonesia.
Salam…
semoga benda-benda situs purbakala yang ada bisa terawat dan yang belum ketemu segera ditemukan untuk diteliti dan menambah kekayaan dan informasi mengenai nusantara zaman prasejarah..
Saya kira Gojek, wkwkwkwk
Ya ampun, mata-mata…
nggak grabbike sekalian? :V