Blusukan ke Tebing Apparalang, Tempat Tercantik di Tanjung Bira

Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.. Peribahasa yang sangat cocok menggambarkan perjalanan ke tebing apparalang ini. Bayangkan, kunci motor saya hilang di jalan!! Beruntungnya mesin motor masih menyala. Pun begitu, tetap ada drama-drama menyebalkan di hari itu yang bikin pengen jedukin kepala ke tembok. Tapi at the end of the day, saya bisa menutup hari dengan rasa senang membuncah. Di sini, tempat tercantik di Tanjung Bira, dengan tebing-tebing yang nampak kokoh, hijau pepohonan, dan air toska sebening kristal, Tebing Apparalang Desa Ara. 🙂

Masalah drama nggak akan saya ulas panjang lebar lagi karena sudah saya tulis di artikel ini : Drama Pertama Jelajah Sulawesi, Kunci Motor Hilang di Jalan !! Sekarang kita bahas yang indah-indahnya kuy..

tebing apparalang
tebing apparalang

Eh, Ada Tetangga Kampung

Dari Bulukumba, saya langsung menuju ke tebing apparalang. Sesaat sebelum sampai ke lokasi tebing, saya berhenti untuk mengisi perut yang sudah mulai kosong, jam makan siang telah tiba.

Di sebuah warung mie ayam dan bakso saya berhenti. Saya duduk di sebuah meja kosong di pojok ruangan.

Di meja depan saya, 3 orang lelaki berbincang dengan bahasa dan logat yang sangat familiar buat saya, mereka bercakap ngapak Tegal!

“Wong Tegal mas?” tanya saya. “Iya, sampean wong endi?”, salah satu dari mereka menjawab. “Aku wong Brebes mas, wong Jipang kecamatan Bantarkawung”, jawab saya. Kami pun terlibat percakapan ringan.

Saya orang Sunda, bukan Jawa. Tapi kampung halaman saya yang berada di ujung barat Jawa Tengah membuat penduduk di desa saya yang bersuku Sunda hampir seluruhnya bisa berkomunikasi bilingual dalam kehidupan sehari-hari. Pusat aktivitas di Brebes Selatan adalah kota Bumiayu yang bersuku Jawa. Hal itu membuat kami yang bersuku Sunda juga mempelajari bahasa Jawa khususnya Jawa Ngapak untuk berinteraksi dan berdagang dengan orang-orang Bumiayu.

Saya bercerita tentang apa yang saya kerjakan di Sulawesi, tentang pengembaraan saya untuk mengenal lebih dekat wajah Indonesia, termasuk ke Tanjung Bira dan Tebing Apparalang ini. Mereka tampak terheran-terheran dengan penjelasan saya.

Mereka juga menceritakan apa yang sedang mereka kerjakan di sini, tapi, aah, saya lupa. Mereka lalu bercerita bahwa ada orang dari Bantarkawung yang merintis usaha dan tinggal di Pulau Selayar -di seberang Tanjung Bira- dan sukses. Mereka sudah kenal akrab sehingga kalau datang ke Selayar pasti menginap di rumah orang itu. Mereka menyarankan saya untuk ke Selayar, mengunjungi pantai-pantai di sana sekaligus bersilaturahmi dengan orang Bantarkawung itu. Maybe next time 🙂

Saya mengakhiri percakapan lalu melempar senyuman sebelum melanjutkan perjalanan ke tebing apparalang. Tentunya setelah mie ayam saya habiskan. Ah, perjalanan selalu memberikan kejutan-kejutan manis -di samping pahitnya-.

Melewati Jalan offroad, kebun, dan bertemu Macaca Maura

Dari Desa Ara, saya melewati jalan rabat beton kecil di tengah-tengah kebun warga. Di kanan kirinya terdapat pagar dari tumpukan batu karang. Hal ini mengingatkan saya akan Tana Timor dan Pulau Rote di Nusa Tenggara Timur sana. Pagar dari tumpukan batu karang sangat lumrah dijumpai di Timor dan Rote. Apalagi, 2 pulau itu terkenal juga dengan sebutan pulau karang.

Ranting-ranting pohon bergerak. Seekor monyet bertubuh tambun berwarna kehitaman melompat dari satu pohon ke pohon lainnya, mengakibatkan ranting bergoyang. Saya berhenti untuk meraih kamera di tas. Tapi sayang, sebelum saya berhasil mengabadikan fotonya, monyet tanpa ekor itu sudah kabur menghilang di balik rimbunnya pepohonan.

macaca maura
macaca maura (pic from idntimes)

Dia adalah Macaca Maura, salah satu dari tujuh monyet endemik sulawesi. Macaca Maura mendiami kawasan hutan di Sulawesi Selatan, termasuk di daerah Tanjung Bira ini. Ciri fisiknya hampir mirip beruk sumatera yang berbadan gempal. Hanya saja, ukurannya lebih kecil daripada beruk sumatera. Selain itu warna bulunya lebih gelap dan tak memiliki ekor, sedangkan beruk memiliki ekor seperti ekor babi.

Gagal menangkap foto Macaca Maura, saya lanjutkan perjalanan ke tebing apparalang. Kali ini, jalan rabat beton tak lagi dijumpai, berganti dengan jalan pengerasan yang cukup menyulitkan laju motor. Suasana semakin sepi, dengan kebun warga di sampingnya. Sesungguhnya sedikit mencekam bagi saya yang seorang diri. But the show must go on.

Woohoo, Tebing Apparalang!

Saya terus-terusan mengutuk kondisi jalan yang buruk, seperti medan offroad. Saya baru berhenti ketika keramaian mulai terlihat. Di depan terlihat banyak motor terparkir. Beberapa kedai makanan juga terlihat di sepanjang jalan. Sepertinya saya sudah sampai di tebing apparalang.

Versi videonya sila ada di Traveler Paruh Waktu Vlog ya guys..

Motor saya parkirkan. Setelah area kedai makanan, area kedai oleh-oleh menyambut. Hutan kecil menjadi pembatas antara kedai-kedai itu dengan jurang. Di ujung jurang, air laut berwarna hijau toska menyambut.

tebing apparalang tanjung bira
cakep banget kan?

Di desa Ara ini katanya ada juga tempat pembuatan kapal pinisi, tapi saya tak tahu di mana. Yang pasti, di sekitaran tebing apparalang saya tak melihat aktivitas manusia selain pengunjung dan para penjaja makanan. Tak terlihat juga jejeran kapal pinisi yang belum jadi seperti yang saya lihat di Tana Beru.

Baca cerita tentang Tana Beru: Mengintip Pembuatan Kapal Pinisi Tipe Mewah di Tana Beru

desa ara
tebing apparalang desa ara

Saya berhenti di tepi jurang yang dipagari dengan rangkaian kayu. Banyak banget drama yang saya lalui untuk sampai ke sini. Saya terdiam, memandang sekeliling, melihat betapa indah alam ciptaan Tuhan, dan sesekali tersenyum mengingat hal gila yang terjadi hari ini, 🙂

Di tebing ini, saya lebih banyak diam dan memandang sekeliling. Di bawah mentari yang semakin terik, entah kenapa hati ini rasanya teduh. Saya tak ingin terburu-buru di sini, tak ingin melakukan banyak hal. Gambar dan video footage saya ambil cepat-cepat. Sisanya? Just chillin’, memandangi setiap sudut tempat ini.

tebing apparalang desa ara

Tebing ini memangjang, tegak lurus. Di tepiannya telah diberi pembatas pagar kayu, namun di ujungnya tidak sehingga kita harus ekstra waspada saat datang ke ujung tebing. Pepohonan dan semak belukar seakan menjadi peneduh batuan karang yang terhampar membentuk tebing ini. Batuan karang yang lebih kecil berserakan di sela-sela air laut yang berwarna hijau toska. Samar-samar terlihat terumbu karang di dalamnya. Entahlah, saya hanya melihat dari atas tebing.

wisata tebing apparalang
anjungan di satu sisi bagian bawahnya

Kita bisa pergi ke bagian bawah tebing dengan menuruni tangga di satu sisi tebing, tangganya cukup tinggi. Di bawah telah dibuat anjungan yang cukup lebar dari material kayu..

Beberapa orang terlihat melakukan snorkeling. Dari mana alatnya? Entahlah, sepertinya mereka bawa sendiri, karena saya tak melihat satu pun penjual jasa sewa alat snorkeling. Atau, mungkin mata saya yang kurang jeli.

snorkeling di tebing apparalang
snorkeling di tebing apparalang desa ara

Cukup lama saya berdiam memanjakan mata menikmati lukisan alam ini. Saya rasa telah cukup. Ada 1 destinasi lagi yang ingin saya datangi hari ini.. Suatu hari, kalau Tuhan masih memberi rejeki dan kesehatan, kita akan berjumpa lagi, tebing apparalang.. 🙂

traveler paruh waktu

Tiket masuk : Rp5.000

Biaya parkir : Rp5.000

***

Traveler Paruh Waktu

 

 

 

Travel Blogger Indonesia. Traveler Paruh Waktu. 100% sundanese. ASN pengagum Ibu Pertiwi, terutama akan keindahan alamnya. Suka bertualang, suka bercerita, suka membuat video.
42 Responses
  1. Penutup yang elok untuk drama kehilangan kuncinya, Bung. 🙂 Saya bisa ngebayangin betapa enaknya chilling out di pinggir tebing sambil lihat riak-riak air laut yang warnanya sureal itu.

    Btw, selalu menyenangkan ya ketemu orang sekampung di tempat yang jauh? Lidah yang lama “pura-pura” akhirnya bisa jadi diri sendiri lagi hehehehe….

    1. Yup, terbukti lagi pepatah there’s always a rainbow after the rain.. hal-hal indah hadir sebagai penutup hari yang buruk..

      betul bro.. walau tak saling kenal,, tetapi suatu kebahagiaan tersendiri untuk saling menyapa.. 🙂

  2. Temenku ada orang makassar, akhir tahun ngajakin ke tanjung bira…
    mudah2an aja planingnya kesampaian, jadi aku bisa mampir ke tebing ini…
    Asli, kerena bnget tempatnya…

    1. semoga akhir tahun pandemi covid-19 udah berakhir mas,, jadi nanti bisa berkunjung ke Makassar dan bisa juga ke tempat ini.. Kalau udah sampai Makassar, jangan lewatkan juga taman nasional bantimurung dan sekitarnya, termasuk rammang-rammang.. Kalau waktunya lebih banyak, lanjut ke Toraja..

  3. Wahhhh gillaaa keren banget tempatnyaa disini yaa, airnya jernih banget, wisatanya pasti sejuk bangett.. Ditambah pemandangannya yang luar biasa, dari bawah dari atas dari manapun terlihat keren. Keren lah tanah sulawesi ini, semoga bisa dimasukkan ke wisata rujukan di Indonesia oleh pemerintah..

  4. Hai mas bara.
    Sudah lama ga singgah di sini. Sepertinya aku ketinggalan banyak cerita –”

    Ketemu orang satu daerah di tempat baru itu memang menyenangkan yaa mas 😀

    Kamu ke tebing arrapalang sendirian aja mas…?
    Air dan pemandangan tebingnya sangat cantik. Air sangat tenang dan terjaga dengan baik.

    Makasih untum ceritanya mas, sangat bagus dan menginspirasi untuk ke sana 🙂

    1. Halo mas Rivai, apa kabar??

      ya betul mas, menyenangkan, tak saling kenal tapi saling menyapa 🙂

      iya sendirian aja ke sana, saya kan solo explorer ahaha..

      tebing apparalang ini memang cantik mas 🙂

  5. Duh pemandangannya, kalau dekat tak otewe langsung lah, Mas..
    Pemandangan dan suasana sekeren ini tiketnya murah banget ya, sama harga parkirnya juga sama. Kalau kesini harus patut jaga kebersihan, jangan sampai tinggalkan sampah disaat mau pulang.

    Paling asik memang kalau udah baca terus nonton videonya, setiap pemandangan yang keren selalu butuh perjuangan untuk bisa sampai kesananya. Satu hal yang bakal aku lakuin sama disitu seperti, Mas Bara yaitu akan lebih lama diam dan memandang sekeliling sembari banyak mengucap syukur..

    Kadang butuh diam lebih lama untuk membuat tenang dari penatnya kerjaan..he

    1. murah bgt.. kalau di Jawa yang padat mah udah pasti ini diserbu banyak pengunjung, apalagi kalau harga tiketnya juga semurah itu 😀

      iya, kebersihan itu wajib dijaga.. Jangan sampai kita merusak alam setelah menikmatinya.. Cukup duduk diam sambil memandang laut dan tebingnya bikin tenang, pikiran penat pun kembali fresh..

  6. Bagus mas view-nya

    Tapi nggak kebayang harus melewati jalan yang rusak, pasti sakit sekali ya pantat karena terlalu lama duduk di jok motor ehehe. Untung terbayar dengan pemandangan yang membuat rasa lelah hilang ✌ By the way, saya berharap banget, jalan-jalan di Indonesia, bisa lebih bagus, jadi mempermudah kita untuk jalan-jalan

    1. Lumayan juga ini pantat pegel dan panas,, apalagi motor beat ini joknya keras, lengkap sudah penderitaan ahaha..

      saya pun begitu,, semoga saja jalan ke akses wisata bisa lebih bagus sehingga banyak orang bisa menikmatinya. Yang penting, kesadaran menjaga kebersihan dan keasrian tempat wisata telah ada di setiap pengunjung..

        1. ngga ada tim kok.. cuma waktu itu pake jasa migrasi blogspot ke wordpress sekalian ngatur2 template dll..

          masih di Padang kok.. lah emang stay Padang juga? Boleh, nanti kalau pandemi udah hilang ya..

  7. Wuaah seriius .. kalau tebing ini beberan tjakeep!.
    Hijau tosqa nya kayak manggil-manggil ngajakin nyemplung kesana .

    Next, hati-hati tuh nyimpen kunci motornya.
    Coba kalo mesin ngga bisa nyala , ngga kebayang berat nuntunnya.

  8. Jadi bisa disimpulkan bang barra ini bisa bahasa Indo, Inggris, Minang, Jawa dan Sunda
    Hmmmm….

    Bikin sirik ih
    5 Bahasa cuyy

    Anyway ini viewnya kayak di film bioskop banget ya
    Pengen nyebur jugaaa

    1. Aku juga bisaaa …
      [Siapa juga yang nanyaaa ]

      Eh, tapi …ngga bisa bahasa Minang,ding.
      Cuma ngerti dikit2 alias sekilas sajo, soalnya aku punya temen lama yang udah kayak kakak kandungku sendiri. Asli orang Minang

  9. Sudah sampai Appalarang, indah kan? Saya bahkan tidak cukup sekali dua kali kesana, maunya lagi lagi dan lagi.. ntah ada magnet sendirinya, padahal tracknya sj cukup menyeramkan untuk bisa sampai kesana.

    Salam kenal, Mas traveler.

  10. Kapan ya corona berakhir, pengen cepat2 eksplor kesana juga…

    Bira oh bira..

    Asli ngidam banget warna toscanya.. Btw, saya selalu nonton videonya sampe terakhir dan subscribe, mas.. ASELI KEREN!!!! Suka dengan storytellingnya dan editingnya.. SWEGERR tenan pengambilan footagenya! Sukses selalu channelnya masbara!

    1. semoga corona enyah secepatnya aamiin..

      wah makasih banyak apresiasinya mas..
      ahaha,, jangan berlebihan mas mujinya, pgn bikin yg keren tapi apa daya peralatan belum mumpuni.. kamera jadul, action cam jadul, blm punya drone, blm punya stabilizer, blm punya ext microphone, konsep belum ada juga.. asal shot aja sebisanya 😀 ..

      makasih doanya masbro.. masih harus banyak belajar dan nabung lengkapin peralatan tempur 🙂

  11. cakepppp, ini salah satu wishlist aku
    lautnya nggak nguati tuh, cukup jauh juga perjalanannya, aku ngebayangin kalo aku seorang diri menerabas jalanan disana, wow amazing hahahaha

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.