Kabur Dari Hiruk Pikuk Jakarta ke Hutan Mangrove PIK – Hidup di Jakarta, artinya harus siap berjibaku dengan segala hiruk pikuk kota besar. Macet, polusi, gedung bertingkat, dan hal-hal lain yang tak membuat pikiran tenang. Ya, semua itu harus kembali menjadi pemandangan saya sehari-hari dalam kurun waktu 2 tahun (2014 – 2015). Saya kembali ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan, setelah sebelumnya tinggal selama 2 tahun (2011 – 2013) di salah satu surga terindah di Indonesia, Nusa Tenggara Timur.
Kerinduan akan wisata alam kerap menghampiri selama 2 tahun kembali ke ibukota. Saat tinggal di Kupang dulu, mau ke “surga” tinggal melipir beberapa menit saja dari kos. Selain itu juga bisa memanfaatkan waktu luang tiap kali penugasan ke Sumba, Rote, Flores, Alor, dan Lembata.
Nah, 2 tahun di Jakarta ini semua terasa sulit, butuh waktu banyak dan biaya yang tak sedikit pula. Dalam kurun waktu tersebut, hanya beberapa kali saja saya bisa traveling ke luar Jakarta. Itu pun beberapa di antaranya karena ada kerjaan sampingan yang mengharuskan saya sejenak meninggalkan ibu kota.
2014, saya berkunjung ke kebun teh kaligua Jateng, dan berkunjung kembali ke Sumba NTT (artikel Sumba klik di sini). 2015, saya berkunjung ke Bromo, Jatim (artikel Bromo klik di sini), berkunjung kembali ke Kupang dan Pulau Rote (artikel Kupang klik di sini, artikel Rote klik di sini), Muara Bulian Jambi (artikelnya klik di sini), Lombok NTB (artikelnya klik di sini), Telaga Warna (Puncak Bogor) dan Ranto Canyon yang berada di kampung halaman (Jateng).
Namun, ada juga 2 lokasi wisata alam di Jakarta yang aku kunjungi. Memangnya ada wisata alam di Jakarta? Ada dong.
Tahun 2014 saya berkunjung ke Pulau Pari di Kepulauan Seribu. Masih kejauhan karena harus naik kapal? Oke.. Tahun 2015 saya berkunjung ke Taman Wisata Alam Hutan Mangrove PIK di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Deket kan?? Masih di daratan Jakarta lho..
Nah, bagi kalian Jakartans yang ingin menikmati udara segar di Kota Jakarta, Hutan Mangrove PIK ini merupakan pilihan tepat. Hemat waktu dan hemat biaya untuk mendatanginya.
Taman Wisata Alam Mangrove PIK
Akhir pekan kembali menyapa. Ini bulan September, mendekati akhir tahun. Artinya, sebentar lagi saya akan menyudahi perkuliahan dan kembali bergelut dengan dunia kerja. Dan kota berikutnya yang akan menjadi tempat petualangan saya belum terlihat hilalnya. Mungkin saja saya akan ditempatkan di kantor pusat di Jakarta, atau nasib akan membawa ke tempat baru.
Melawan ketidakpastian, saya pun harus segera mencoret Hutan Mangrove PIK dalam bucket list tempat yang ingin saya kunjungi. Hari itu saya berangkat bersama Ayu dan ketiga orang kawan, Uchie, Guguh, dan Maya.
Tol yang kami lewati dari Cempaka Putih menuju PIK cukup lengang. Tanpa kesulitan, kami sampai di tempat parkir Taman Wisata Alam Hutan Mangrove PIK. Semua berkat adanya teknologi GPS, padahal tak seorang pun dari kami yang pernah ke tempat ini sebelumnya.
Sebelum memasuki kawasan hutan mangrove, setiap wisatawan dikenakan biaya karcis Rp25.000. Mahal? iya sih, yah namanya juga di Jakarta. Tapi gak seberapa lho dibandingkan wisatawan mancanegara yang ingin berkunjung, tarifnya Rp250.000, atau 10x lipat dari tarif wisatawan lokal. Baru kali ini lihat perbedaan tiket antara turis lokal dengan turis mancanegara sebegitu jauh gapnya.
Di dekat loket juga terdapat tulisan mengenai larangan membawa kamera digital. Jika bawa diam-diam dan ketahuan, ancamannya denda 1 juta,, gilee.. Mirrorless pun urung saya buka walaupun sudah dibawa di tas. Ada perasaan takut kalau memakainya di dalam area hutan bakau ini. Jadi yaudah lah foto-foto pake kamera handphone aja..

Begitu memasuki kawasan hutan mangrove ini, udara segar langsung terasa. Kanan kiri depan belakang semua hijau pepohonan. Beda banget dengan Jakarta pada umumnya yang isinya beton. Semakin menjauhi loket, semakin angin berhembus manja menerpa kulit. Wah, berasa jalan-jalan jauh keluar Jakarta. Suasananya masih asri dan hijau. Ternyata ada hal yang kaya gini di Jakarta.

Kami belok ke arah kiri menuju jembatan kayu di atas rawa-rawa yang dipenuhi pohon bakau. Lokasi ini lah yang menjadi daya tarik utama dan favorit para pengunjung. Berfoto di atas jembatan kayu yang di tepiannya terdapat vila-vila unik yang juga terbuat dari kayu adalah menu wajib. Pokoknya instagram-able deh.
Berhati-hati adalah hal yang wajib diperhatikan saat berjalan di atas jembatan kayu ini karena terkadang ada rongga yang cukup besar. Buat para wanita yang datang ke sini, sebaiknya pakailah flat shoes yang nyaman.
Banyak sekali bakau di sini, berbagai ukuran. Ada yang berukuran besar, ada juga yang baru ditanam. Beberapa nama perusahaan dan instansi yang turut berpartisipasi menanam bakau ini terpampang di sebelah bakau-bakau yang usianya masih muda, termasuk salah satunya ada instansi tempatku mencari rejeki dan mengabdi kepada negara..

Selain menjadi wahana wisata alam, keberadaan bakau tentu sangat berguna untuk daerah pesisir pantai. Fungsi utama pohon bakau yaitu untuk memecah gelombang laut sehingga dapat mencegah terjadinya abrasi.

Bagi kalian yang ingin menikmati hutan bakau dengan cara lain, kalian bisa menyewa perahu mesin yang berisi 6 sampai 8 orang dengan tarif Rp250.000 – Rp350.000. Dengan perahu ini kalian bisa menjangkau ke spot-spot yang lebih sepi pengunjung. Mau lebih kece?? Sewa kano aja, dayung lah kemana kalian mau.

Jika beruntung, kalian dapat melihat keragaman fauna yang hidup di kawasan rawa ini, seperti misalnya biawak dan aneka jenis burung laut.
Terkadang muncul juga biawak tanpa ekor yang sepertinya sudah tidak takut dengan keberadaan manusia. Biawak ini berukuran besar, tapi entah apa yang menyebabkan ekornya terputus. Mungkin saja dia kehilangan ekornya sejak kecil.
Padahal, ekor biawak merupakan alat yang sangat vital untuk berenang dan membela diri. Kecacatan tubuhnya membuat keahlian berburunya hilang sehingga menggantungkan diri dari sisa-sisa makanan manusia. Beberapa biawak lain kadang terlihat tapi akan kabur begitu sadar ada manusia yang memperhatikannya.

Masih di dalam taman ini, terdapat juga taman kelinci dan beberapa ekor monyet yang dikurung dalam kandang. Kasihan, akan lebih menarik kalau monyet-monyet itu terlihat bergelantungan di pohon-pohon bakau.
Matahari mulai menjauh untuk menerangi bagian bumi lainnya. Saya langkahkan kaki menjauhi biawak-biawak liar, menjauhi monyet-monyet yang tampak tak berbahagia, menjauhi burung-burung laut yang mungkin akan segera menuju peraduan, menjauhi bakau-bakau kokoh sang pemecah ombak.
Taman wisata alam mangrove PIK ini sedikit mengobati kerinduan saya akan indahnya alam. Sebelum pulang, sejenak kami mampir ke cafe-cafe yang menjual makanan dan minuman berparas cute yang tak jauh dari hutan mangrove PIK..

Tahun berganti, dan SK mutasi kerja telah diterbitkan. Bersyukur, SK membawa saya ke surga alam lainnya, Sumatera Barat. Menuju “surga” akan semudah saat dulu tinggal di Nusa Tenggara Timur.. Bye-bye Jakarta…
————-
*Berkunjung September 2015
-Traveler Paruh Waktu-
Cakep ya, daerah pesisir gitu, eksotis.
Btw, dendanya mahal bener ya kalo pake DSLR, sampe 1jt.
emang edan dendanya,, haha..
Sampai sekarang di PIK juga nggak boleh bawa kamera. Kamera, ya. Jadi semua kamera tanpa kecuali. Hanya handphone yang boleh dipakai. Untungnya sih, kalau bawanya Apple atau Samsung keluaran terbaru, kameranya nggak kalah ama kamera beneran yang standar. *Ehem*
Iya handphone jaman sekarang kameranya udah canggih2 euy,, tapi sayang kamera hpku masih teknologi jaman old haha..
keren banget ya hutan mangrovenya bisa dibuat sampai seperti itu, yang membuat para wisatawan betah pastinya
semoga pengelolaan hutan mangrove di tempat tempat lain bisa mencontoh tempat ini
iyaa,, selain indah, kalau dibikin begini biasanya kawasan hutannya pun lebih terjaga kelestariannya..
Selamat menikmati alam di perantauan mas, Jakarta merindukanmu… 🙂
tapi aku tidak merindukan jakarta hahaha
Dulu sempet ada order bawa tamu kesini, tp sayang kamera nya haru di tinggal di mobil dikarenakan ada tambahan biaya kalau masuk bawa kamera SrL .
Walau agak kecewa Tetapi mereka tetap senang berkunjung di hutan mangrove Jakarta dengan sewa mobil hiace Tangerang
peraturan yg merugikan pengunjung ,, untung zaman sekarang hp jg udah bagus hasil fotonya..
Nah kemarin temenku mau post tulisan tentang Wisata Mangrove PIK ini tapi ya itu dia moto-moto pake kamera hape.. aku keberatan kalau foo diblog pake kamera hape jadi sampe sekarang gak tayang.. emang dilarang sepenuhnya pake DSLR atau harus bayar lagi sih? Gak maksimal soale kalo gak moto pake sensor kecil
kalau gak salah kayanya boleh deh mas bawa kamera,, asaaaaal, ijin ke pengelolanya,, itu gak tau deh harus bayar lagi atau enggak dan prosedurnya pegimane..
Seumur-umur di Jakarta malah belum pernah ke sini. Abis ilfeel sama peraturan dilarang bawa kamera 😀
Kalau ke sini emang enaknya sore menjelang sunset ya?
Nyesek emang peraturannya kok aneh bgt yaa -____-…
Waktu itu juga disana sampe sore sih, tapi belum pas menjelang sunset bgt jadi gak tau indahnya gmna pas sunset hehe
Mangrove sekarang menjadi destinasi wisata alternatif. Tinggal bagaimana kita mengedukasi ke masyarakat tentang fungsi mangrove.
betul banget sob.. kalau dari masyarakatnya sendiri udah ada kesadaran,, pasti akan lebih baik..
Ahhh nemu biawaknyaa..
Saya pas kesana gak ketemu biawaknya euy.. mugkin karena bareng teman2 segeng yg pada heboh foto2 jadinya berisij deh.
Tapi tempat ini emang bagus banget buat belajar soal konservasi pantai deh.
haha,, mungkin.. biawaknya males rusuh mending ngumpet wkwk
Ahhh nemu biawaknyaa..
Saya pas kesana gak ketemu biawaknya euy.. mugkin karena bareng teman2 segeng yg pada heboh foto2 jadinya berisij deh.
Tapi tempat ini emang bagus banget buat belajar soal konservasi pantai deh.
Itu yang make DSLR emank dendanya bikin meringis, tapi untung sekarang kamera HP juga tak kalah apik dan bahkan bagus-bagus juga
iyaa,, sayang hpku masih berkamera teknologi lama haha
Ah, saia malah belum pernah ke Mangrove PIK, padahal sudah setahun lebih jadi penghuni belantara Jakarta ;p
main kesana gih sekali2 hihi
Tempat enak buat menikmati alam :p
bener mas
Ajakin aku jalan-jalaaan, ke indonesia bagian timur mas 🙁 ada kenangan yg tertinggal di sana, eh udah malah curhat. Hahahah
Baru tau aku, kl di jkt juga ada mangrovenya
Kuylah,, jalan-jalan ke Indonesia bagian timur kita hiihi..
ada dooong.. Jakarta mah serba ada yekaaan..
PIK aku jadi ineget pembantaian 1998, okeee
gila dendanya, hmmm gitu banget ya hahaha
tapi emang bagus sih
apalagi ada rumah-rumahannya
gak tau juga deh,, emang aneh banget ya aturannya. baru kali ini nemu yang begitu..
Kamu udah kesana dari 2015, dan aku aja yg di jkt belum pernah. Huaahahahaha… Bikin malu.. :D. Tapi mungkin yg bikin aku blm tertarik kesana, karena dulu pas masih tinggal di aceh utara, mangrove ini banyak bange sih mas, di stiap pantai di Lhokseumawe. Makanya aku biasa ngeliatnya :p. Walopun yg di sana ga dibikin sebagus ini sih
kamu mah jauh2 terus sih jalannya hihi.. Wah di Aceh banyak ya mangrove? Dulu pas ke Aceh ke pantai lampu’uk gak ada mangrove ya kayanya hehe
Sedih banget ya sampe sekarang PIK ga ngebolehin bawa kamera DSLR. Alasannya apa coba -__-
Tapi gapapasih, soalnya smartphone zaman sekarang kan udah keren-keren kak, hehehe.
Revisit : Fajarwalker.com
iya sedih euy.. keren2 sih,, tapi tetep fitur2nya gak selengkap dslr atau mirrorless…
Dari dulu pengen banget ke sini. Tapi kok ya agak ribet kalau naik kendaraan umum. Jadinya ditunda terus. Apalagi setelah tahu kalau tiketnya lumayan 'mahal' dibandingkan dengan spot serupa di tempat lain yang tidak memungut biaya apapun. Yang paling disayangkan sih emang hewan yang dikerangkeng itu. Mungkin habit di kita yang belum bisa melihat hewan bebas dengan aman. Tapi, setidaknya, taman bakau PIK ini bisa dijadikan suaka bagi masyarakat Jakarta dan sekitarnya akan pentingnya bakau untuk daerah pesisir. 🙂
Iya sih, enakan pake kendaraan pribadi emang kalau kesini.. Bener,, mayan ada sedikit hiburan alam buat para warga jakarta.
kirain kabur dari kenyataan mas bara. Tempatnya keren dan asyik sepertinya, boleh juga jadi insprasi untuk jalan-jalan
haha, kalau dari kenyataan mah gak bisa kabur euy… iya asik dibanding jakarta pada umumnya hehe
kenapa ga boleh pake kamera DSLR ya mas disitu?
itu lah, bikin nyesek dan sedih..
Dari dulu udah pengen banget kesini tapi maju mundur gara-gara ga boleh bawa kamera itu. Soalnya kamera hape kurang puas aja hehe..
Baru tau juga disitu bisa naik perahu atau kano, kirain jalan-jalan doang liat hutan.
sama,, kalau pake hp emang kurang puas potret2.. ini aja baru tau larangan itu setelah nyampe tempatnya.. -____-
Tarif Rp25.000 menurutku masih murah untuk obyek wisata alami kayak gini, bro. Di Bandung, wisata-wisata artifisial juga harga tiketnya segitu, nggak worth the price buatku karena nggak menyuguhkan pengalaman baru. Sama-sama hutan pinus juga. Cuma emang harga tiket buat mancanegara dan larangan penggunaan DSLR itu sih yang nggak masuk akal.
Aku pernah mau ke sini naik angkot tapi nyasar, hahaha. Jadi 2 tahun di Jakarta ini lu S2 bro?
sebetulnya kalau untuk kelas jakarta emang murah sih,, tapi kalau dibandingin wisata serupa di tempat lain baru keliatan mahal hehe..
belom S2 bro,, baru lanjut ke DIV dari DIII hehe..
Keren banget ya… aku pernah sekali kesana… cuma lebih bagus sekrang keknya deh… udah ada rumah2an kek gitu…
rumah2an gitu emang bikin lebih instagrammable dan menarik pengunjung anak2 muda..
Sering ke jakarta dan diajak kesini tapi belum mau ke sini. Lagian jga males dengan larangan membawa kamera segala.
semoga besok2 larangan itu dicabut,, kurang puas kalau foto pake hp doang..
2015 sudah ke PIK,, lah aku baru 2016 😀
gpp lah, masih banyak yg belum kok hihi
berkunjung ke PIK ini salah satu agenda yang belum terlaksana, soalnya jarak jauh dan aku sendirian. nanti jadi bengong aja.
siapa tau dapet kenalan2 baru disana, sama pas waktu ko deddy kemana tuh di jakarta, yg dapet kenalan yekaaan? hehe
Iya, rada kaget aku bacanya.
Kalo larangan penggunaan drone di suatu lokasi, aku pernah nemuin.
Tapi kalo denda gunain kamera dslr baru kali ini.
wah dimana tuh ada larangan drone??? baru tau juga malah
Kalau berkunjung ke tempat yang ijo ijo gitu emang joss ya mas, bikin mata seger… apalagi kalau kita tinggalnya di tengah kota yang padatnya aduhai…
bener banget. apalagi ini lokasi di Jakarta.. seperti oase di padang pasir..
Sebagai bukan orang jakarta, juga jarang ke jakarta, baru tahu ada wisata alam yang lega. Asumsi sy dimana-mana pasti ramai dan padat.
emang surprise banget sih ada beginian di Jakarta ahaha
Baru tau juga ada yang beginian di jakarta ya….
Yang bikin heran, kenapa DSLR dilarang ya? Emang photo bisa membawa ekses negatif ya? #gagalpaham
ntahlah, peraturan yang sangat aneh dan bikin nyesek..
Ini foto pas tahun 2015 berarti kan ya? Bakau nya masih kecil-kecil. Mungkin kalo sekarang udah lebih lebat dan lebih ijo pemandangannya.
Beberapa kali dengar kepopuleran hutan bakau ini, tapi belum nyoba main-main kesana. Yah,, kalo nggak ada perlu banget dengan Jakarta aku juga milih untuk nggak ke Jakarta. Hahaha
Bener lah, mending cari destinasi lain, ngapain ke jakarta ahaha..
2015 saya ke PIK…..tapi mungkin pintu masuknya yang beda atau gimana yah, soalnya ga nemu tuh rumah2 kayu begitu wkwkw. Dan kalo ga salah masuknya cuma 6k. Dan ga ada juga larangan bawa kamera DSLR. Entahlah.
Saya juga kaget di beberapa tempat yang pernah dikunjungi, mengenai perbedaan harga lokal dan mancanegara. Kayak, ga adil aja. Lagian ga semua turis manca kaya kok meski kurs nya menang banyak. Tapi yaaa mungkin itulah strategi bisnis pariwisata. Toh waktu ke Thailand saya juga merasakan hal yg sama. Lokal kena 40 baht, manca kena 400 baht.
mungkin karena beda bulan ya.. jangan2 pas aku kesana emang baru banget dibangun kali rumah2nya itu..
waaaw di Thailand itu ternyata 10x lipat juga yaah.
di tempat saya juga ada hutan mangrove, saya belum dikembangkan banyak seperti yang sudah ada disana…
kalau dikembangkan lebih gini pasti lebih cakep kaan…
Wahhh pernah juga dulu kesana sama mantannn hhe, tempatnya asik seruu dah romantic :v (kalo sama pacar, kalo sama mantan jadi serem)
waaah sorry bikin nostalgia sama mantan hihi
Gua juga hidup dikota besar beberapa tahun yang lalu, karena hiruk pikuk itulah gua pindah ke daerah pedesaan hehe
lebih tentram di pedesaan ya mas
Heeee, waiiiit? Di Jakarta ada mangrove-mangrovan giniii? ._. ku baru tau loh, suwer wgwgw
hihi,, ada dooong,, jakarta gitu lho… :V
Baru tau Jakarta punya tempat seperti ini. Perlu didatangi dan buat review tentang tempat ini juga sepertinya. Btw, itu villa-nya cuma hiasan atau bisa nginep juga kak?
datangin dooong.. itu vilanya bisa disewa juga kok,, tapi tarifnya gk tau deh berapaan..
Udah pernah kesini dan rada kaget karena dendanya yang mahal banget. HP udah kebeli pake dendanya tuh, hahahaha
gak fotografer-i dendanya emang,, gila haha..
Usually, I never comment on blogs but your article is so convincing that I never stop myself to say something about it. You’re doing a great job Man. Best article I have ever read
Keep it up!
Aku sudah lumayan sering denger cerita tentang mangrove disini,
Tapi sampai sekarang belum sekalipun dateng kesana huhu
dateng dong biar tau kalau di jakarta juga ada tmpt yg lumayan asri dan tenang hehe
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Wew.. Ada mangrove kayak gini pula ya ternyata di Jakarta…
Kiarin sudah nggak ada lagi kawasan mangrove kayak gini..
Emang biar mangrove ttp lestari sekaligus produktif, caranya adalah dijadiin obwis seperti ini..
Semoga ada g pada nyampah pengunjungnya..
nah kalau masalah sampah ini yang agak susah dihilangkan deh kalau di Indonesia.. syedih zainudin..
Itu peraturan tentang kamera DSLR agak aneh menurutku, kan seharusnya klo fhoto2 bagus dan di share di media jadi semakin banyak pengunjung dan menambah penghasilan juga, hehehe..
nah itu gak tau juga deh, apa pertimbangan mereka.. aku juga jadi males kesana lagi,, pake hp kurang oke hasil fotonya..
Di Taman Sari Water Castle Yogyakarta, mas. Disana jelas ada aturan tertulis terpampang larangan penggunaan drone.
dendanya berapa tuh kalau ada yang tercyduk?
Seingatku ada tambahan tulisan dibawah larangan penggunaan drone dengan kata seperti ini :
, termasuk tindakan pidana.
Akan diproses sesuai hukum yang berlaku.
Ntar kapan aku ke Taman Sari lagi kufotokan penguman larangan penggunaan drone itu, mas.
aneh juga ya,, klo di bandara okelah ga boleh pake drone krna akan mengganggu pesawat,, nah ini? hehe
beragam fauna termasuk Biawak itu…OMG aku agak trauma sama biawak, pernah waktu tinggal diperuamahan baru, ada biawak masuk rumah hahah.
kalau berharap ketemu fauna di taman mangrove maunya ketemu berbagai macam burung.
wah kalau ke hutan mangrove dipastikan akan ada biawaknya tuh, jgn takut dong ahaha..
Padahal kalau tidak ada peraturan seperti itu bisa membuat promosi gratis lho….sehingga orang orang akan lebih banyak datang
iyaa,, klo ga dibolehin gini malah banyak juga yg jadi males yekaan..
Kurang lebih udah 4 tahun tinggal di Jakarta, tapi belom kesampean juga buat mampir ke hutan Mangrove ini.
Dan btw ngeliat harga tiket untuk turis asing mahal banget yah kak. Jadi inget jaman aku traveling di India yang harag tiket turis muahal banget. Aku merasakan perasaan bule bule saat berkunjung ke Indonesia :')
Raisa mainnya keluar Jakarta terus sih ahaha, sesekali mainlah kesini hehe..
Biar adil,, turis Indonesia juga harus ngerasain rasanya dimahalin di negeri orang hihi..
Aku juga dulu waktu kesini bawa kamera, SLR pula, berat, dan ternyata ga aku pakai sama sekali, nyesek, harus puas foto2 sama hp
ngeselin emang yaa,, aturan yg aneh. -___-
30 Tahun lebih tinggal di jakarta, tapi blom pernah kesini satu kali pun. Denger denger disana banyak orang Foto Prewed. kapan ajak temen merapat kesini untuk liat 2 dan hunting foto
kalau foto prewed harus lapor dulu ke pengelola, ngga bisa langsung masuk2 aja, nanti ketahuan bawa kamera dendanya mahal.. tapi itu dulu sih, ngga tau ya kalau sekarang..