Way Kambas, Tak Seperti Yang Dibayangkan

Way Kambas!! Siapa yang nggak tahu?? Seperti halnya danau toba, taman nasional way kambas di Lampung adalah tempat yang sangat familiar dalam pikiran saya sejak kecil, yang akhirnya bisa saya kunjungi setelah beranjak dewasa. Sedari kecil, namanya sering saya lihat di buku pelajaran atau di peta yang dibelikan oleh orang tua. Kamu juga begitu, bukan? Dalam cerita kali ini, saya akan bercerita pengalaman saya traveling ke Way Kambas National Park. Way Kambas menarik, walau ternyata, banyak hal yang di luar ekspektasi saya.

way kambas lampung

Hati-hati Memakai Google Maps

“Ini udah sesuai map kok, tapi kenapa diarahkan jalan kampung tanah dan kecil begini ya?” Ucap saya ke Ayu.. Beberapa saat kemudian, terlihat ada jembatan kayu di depan yang hanya bisa dilalui motor. “Alamat salah jalan nih, padahal way kambas lampung tinggal selemparan batu”, gumam saya.

Dengan susah payah, saya mencari celah untuk dapat memutar mobil. Kami kembali menuju jalan lintas timur sumatera. “Permisi bu, mau tanya, ke taman nasional way kambas ke mana ya jalannya?”, tanya saya kepada seorang ibu yang sedang berjalan”. “Oh, masnya keluar dulu ke jalan lintas, nanti belok kiri, setelah ketemu pabrik singkong, ada perempatan, nah mas belok kiri”, jawab ibu itu. “Makasih ya bu”, “Ya sama-sama mas”. Seorang ibu berlogat jawa kental mengarahkan kami menuju jalan yang benar.

#funfact : daerah sekitar Way Kambas ini merupakan daerah transmigrasi yang mana mayoritas penduduk di sini adalah suku jawa.

Kami mengikuti petunjuk yang diberikan si ibu. Tapi ternyata, kami kembali bertemu dengan jalan kampung kecil. Keraguan kembali muncul. Seorang lelaki setengah tua menjadi sasaran pertanyaan kami kali ini. “Permisi pak, ini bener jalan ke taman nasional way kambas?”.. “Ya bener sih, cuma ini jalan kampung, saya pun belum pernah lewat sini. Kalau mau ke tempat wisata way kambas itu keluar lagi ke jalan besar terus ikuti arah ke Jepara”.

Akhirnya saya buka lagi google maps. Kali ini, saya coba cari menggunakan kata kunci lain. Lokasinya ternyata dekat dengan daerah Jepara yang ditunjukkan si bapak. Gas!!

Beberapa waktu kemudian muncul papan petunjuk arah menuju taman nasional way kambas. Dari jalan lintas, kami memasuki jalanan yang lebih kecil dengan kondisi jalan yang cukup parah di beberapa titik. Tak lama kemudian, kami sampai di gerbang kedatangan. Fiuhhh,, akhirnya sampai juga di tempat wisata taman nasional way kambas lampung yang kami maksud.

“Pisangnya mas, 10.000 saja, untuk makan gajah”. Di gerbang kedatangan, terdapat banyak penjual pisang untuk ngasih makan gajah. Atau kalau kamu laper, kamu bisa makan sendiri hihi..

taman nasional way kambas lampung

Gerbang pun dilewatin. Saya, Ayu, Umi (ibu mertua) dan Adek Afif pun tak sabar untuk bertemu gajah..

PENTING !!! JANGAN pilih “Way Kambas National Park” di GPS, tapi PILIH “Jalan Taman Nasional Way Kambas”.

Dari gerbang kedatangan, perjalanan menuju lokasi konservasi gajah masih cukup jauh sampai beberapa kilometer. Kalian yang datang ala-ala backpacker harus mencari tumpangan atau menyewa ojek.

Way Kambas Lampung yang Tak Sesuai Ekspektasi

Ratusan kendaraan terparkir memenuhi setiap sudut tanah lapang di area way kambas. Lautan manusia membanjiri lahan yang terpayungi rimbunnya pepohonan. Wahana hiburan anak turut serta dalam menyambut liburan lebaran. Tak lupa, kedai-kedai kecil pedagang souvenir dan makanan menggenapi keramaian. Dari jauh, tampak beberapa manusia duduk di atas sosok raksasa. Ya, gajah! Sudah pasti! Ini adalah rumah terakhir gajah sumatera.. Dengan membayar sejumlah rupiah, siapapun bisa menaiki gajah dan berputar-putar di area yang telah disediakan.

gajah way kambas lampung
gajah way kambas lampung dan kocheng oren

Kok gini ya? Jauh sekali dari apa yang saya bayangkan. Dalam bayangan saya, Way Kambas Lampung adalah sebuah tempat konservasi gajah yang sangat alami. Padang rumput dan hutan lebat menjadi rumah para gajah. Sungai mengalir membelah daratan. Gajah-gajah riang gembira bermain air, berguling di lumpur, saling menyemprotkan air. Image seperti itulah yang biasanya ditampilkan dalam media, balik tulisan maupun video.

Tapi apa yang saya lihat dengan mata kepala sendiri sungguh berbeda. Way Kambas seperti taman satwa biasa untuk hiburan keluarga dengan hanya menampilkan hewan gajah. Toko souvenir di mana-mana, gajah yang didandani dan ditunggangi, dan wahana hiburan lainnya. Hmmm,, lalu foto2 way kambas yang biasa terlihat di internet, mana??

Kami terus berjalan ke area lebih dalam. Di balik beberapa toko souvenir, terlihat padang rumput yang luas, terdapat kolam tempat mandi gajah dan embung kecil. “Waaaah, ini nih yang gue cari!!!” . Ternyata, tempat yang terlihat alami berada lebih ke dalam.

way kambas lampung
empang tempat mandi gajah

Jangan Datang ke Way Kambas Lampung di Hari Libur Nasional

Salah satu aktivitas yang wajib saya dan Ayu lakukan saat mudik adalah sekalian mengeksplor apa yang menarik di sekitar rumah. 2 tahun lalu, kami traveling ke Pahawang yang ternyata rame banget di libur lebaran. Kali ini, kami memilih Way Kambas sebagai destinasi wisata liburan mudik. Ekspektasi kami, way kambas pasti sepi. Nyatanya? Berbeda 180 derajat!!! Lautan manusia!!!

liburan ke way kambas lampung

Dibanding pahawang 2 tahun silam, pengunjung yang memadati taman nasional way kambas lampung ternyata lebih banyak. Banyak keluarga yang menghabiskan masa libur lebaran ke rumah gajah lampung ini. Logat dan bahasa jawa terdengar di mana-mana, berasa lagi ada di pulau jawa.

beri makan gajah di way kambas lampung

Selain rame, kekurangan lain kalau datang pas liburan rame begini adalah nggak semua fasilitas dibuka untuk pengunjung. 2 hal yang saat itu ingin saya lakukan tapi batal adalah memandikan gajah dan jungle trekking. Kedua aktivitas ini ditutup oleh pengurus taman nasional karena mungkin terlalu ramai pengunjung saat itu. Sedih sih, padahal lagi pengen banget mandi sama gajah kecil. Tapi baiklah, semoga suatu saat bisa kesampaian.

wahana di way kambas
wahana dan fasilitas di way kambas

Gajah-gajah yang Merumput

Kami menjauh dari hiruk pikuk keramaian. Kami menyeberangi empang tempat mandi gajah. Di sini, padang rumput yang luas terhampar.. Sejauh mata memandang, hijau yang terlihat. Dari kejauhan tampak beberapa ekor gajah yang merumput. Nah, ini dia.. Ini yang saya bayangkan dari sebelum saya datang ke sini.

Di ujung cakrawala, hutan dengan pepohonan rimbun terlihat sebagai batas. Mungkin, ke sanalah rute kalau kita mengambil fasilitas jungle trekking. Mupeng banget sebenernya, tapi mau gimana lagi.

Saya mendekati seekor gajah jantan yang sepertinya telah cukup tua dengan badan yang kurus. Gajah itu terlihat tenang dengan kaki yang dirantai. Helai demi helai rumput dia cabut dengan belalainya lalu dia makan. Saya berhenti di jarak di atas 20 meter, nggak boleh terlalu dekat karena nggak didampingi pawangnya.

gajah di way kambas lampung
mammoth

Saya ambil beberapa gambar gajah itu. Dia sesekali menatap curiga, tetapi aktivitas makan siangnya terlihat lebih menarik buatnya dibandingkan sesosok makhluk berkaki dua ini.

gajah way kambas lampung
merumput

Di bagian lain sabana ini, 2 ekor gajah merumput berdekatan. Saya sempat berjalan mendekati seekor gajah. Tiba-tiba, seorang pengurus taman nasional way kambas lampung memperingati saya untuk tidak terlalu dekat. Dari jauh, mungkin saya terlihat sangat dekat walau sebenarnya masih berjarak lebih dari 20 meter bahkan di atas 30 meter.

gajah kecil way kambas lampung
hello

Daripada ribut, saya menjauh dan mendekati seekor gajah kecil yang lucu. Gajah kecil ini adalah salah satu primadona di way kambas lampung. Banyak pengunjung yang mendekat untuk melihat tingkahnya yang menggemaskan. Saat saya datang, dia senang sekali mengangkat belalai mungilnya.

Ada Harimau Sumatera di Way Kambas

Area untuk wisata hanya sebagian kecil saja dari keseluruhan Taman Nasional Way Kambas Lampung. Taman nasional ini luas, dan di dalamnya terdapat banyak hewan liar terutama gajah yang menjadi daya tarik utamanya. Gajah-gajah liar di taman nasional ini kerap bersinggungan dengan aktivitas manusia di pinggiran hutan.

Selain gajah yang menjadi ciri khasnya, terdapat banyak hewan lain yang menghuni taman ini. Beberapa hewan ikonik lainnya diantaranya badak sumatera, tapir, menthok rimba, beruang madu dan bahkan si raja rimba, harimau sumatera. Hewan-hewan itu berada jauh di dalam hutan, sehingga tak mudah jika ingin melihatnya.

Untuk badak sumatera sendiri, sebenernya ada tempat perlindungan badak yang dinamakan Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) yang tak jauh dari kawasan konservasi gajah. Namun menuju kesana tak semudah ke konservasi gajah. SRS tidak dibuka untuk umum. Bagi yang ingin masuk, harus mengajukan surat ijin terlebih dahulu.

liburan ke way kambas

Salah satu daftar dalam bucket list akhirnya bisa dicoret, Way Kambas Lampung. Tapi, keinginan untuk kembali ke sana masih menyala terang. Jungle trekking dan memandikan gajah adalah 2 aktivitas yang ingin saya rasakan di masa depan, tentunya bukan di waktu liburan lebaran seperti saat ini, di mana Taman Nasional Way Kambas Lampung berubah menjadi lautan manusia.

 


Berkunjung Juni 2019

Traveler Paruh Waktu

 

 

Travel Blogger Indonesia. Traveler Paruh Waktu. 100% sundanese. ASN pengagum Ibu Pertiwi, terutama akan keindahan alamnya. Suka bertualang, suka bercerita, suka membuat video.

Related Posts

20 Responses
  1. hahaha.. GPS ternyata selalu suka jalan yang ribet ya bang. wkwkwk

    Ah, bring back memories nih. Jadi keinget waktu dulu pernah menghabiskan waktu di Taman Nasional yang satu ini.

  2. Nice trip, mengunjungi kehidupan gajah yang sudah sedikit populasinya berikut Kocheng Oren yang ada dimana mana untuk menguasai dunia hehe.. Kalau google maps seringkali tidak akurat menjangkau daerah seperti way kambas..

    1. kocheng oren sepertinya memang punya misi seperti itu haha.. google maps cocoknya buat yg di kota2 aja kali ya.. kalau udh ke pelosok apalagi hutan, harus rajin2 croscheck ke penduduk lokal..

  3. Menyenangkan sekali liat gajah masih bisa berkembang biak. Semoga banyaknya wisatawan yang ke Way Kambas, bisa membantu para penangkarnya untuk melestarikan para raksasa ini. Sayangnya saya baru bisa liat gajah di ragunan aja hehe

  4. Jangan pernah percaya 100% dengan GoogleMaps kalau tidak di tengah kota. Suka salah jalan. Tapi baca ini saya malah jadi ingin jalan ke Way Kambas. Ingin lihat gajah yang masih tinggal di alamnya.

  5. Memang bagus jika tempat wisatanya jangan terlalu bnyak sentuhan ornamen2 modern. Biar terasa sensasi alamnya. Dan kayaknya itu yang akan banyak di cari oleh wisatawan khususnya warga perkotaan.
    Semoga gajahnya bisa hidup dengan nyaman ya disana..

  6. Mencerahkan mas. Ternyata seperti itu ya Way Kambas. Tak jauh beda dengan kebun binatang untuk panggung gajah beratraksi menghibur wisatawan. ku kira memang hutan belantara layaknya Baluran gitu. Ternyata…. sedih juga. padahal way kambas juga jadi salah satu destinasi yg kukunjungi. Tapi ada sisi menariknya. rantai makanan seperti hewan karnivora ternyata masih ada di sini. meskipun tidak bisa dijumpai dengan mudah ya.

    Eh, menarik cerita kesasarnya. Emang sih, klau nyari via gmaps Taman Nasional, itu kan luas banget ya mas. wkwk. bisa2 muteri taman nasional.

    btw, font blognya mirip2 kaya punya temen2 travel blogger. ternyata bener, dimaintenance mas Bobby. wkwkw. pantes familiar sama font blognya

    1. Iya,, artikel2 yang kubaca tentang way kambas sebelumnya ngga ada yang menampilkan sisi panggung-panggung wisatanya, kecuali sepakbola gajah. Yang kulihat banyaknya foto dan artikel tentang bagian hutannya..

      buat jadi pelajaran kalau ngunjungin tempat2 terpencil lainnya nih, jangan terlalu percaraya gmaps haha..

      Yoi,, jadi web masterku sekarang bro Bobby 😀

  7. Aku bbrp kali disesatkan sm gMaps, untung pas naik motor jd disasarin kr jalan tikus pun terjang terus wkwkwk. Btw, ibuku di Lampung, tiap high season aku pulang ke Lampung Tengah, tp belum kesampean loh mau ke Way Kambas, padahal ga jauh2 bg dr rumah. Ahh fix next time kalau mudik, kalau pandemi udah berakhir tentunya, harus disempat2in ke Way Kambas

    1. gmaps emang suka ngeselin tapi kita udah kadung sayang sama gmaps wkwkwk..

      wah next time harus didatangi nih kalau pandemi udah reda, saranku sih datangnya jangan pas high season, rame bgt..

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.